Jumat, 10 Februari 2012


KEUTAMAAN ISTRI SOLEKHAH


Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma

meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu

'alaihi wa sallam:

اَيْنُّدلا ٌعَاتَم ُرْيَخَو ِعاَتَم

اَيْنُّدلا ُةَأْرَمْلا ُةَحِلاَّصلا

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2

dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita

shalihah. ” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda kepada Umar ibnul Khaththab

radhiallahu 'anhu:

َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم

ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا

ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ

َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ

َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع

َهْتَظِفَح

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang

sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,

yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan

menyenangkannya3, bila diperintah4 akan

mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan

menjaga dirinya. ” (HR. Abu Dawud no. 1417.

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam

Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di

atas syarat Muslim.”)

Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:

“Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

menerangkan kepada para sahabatnya bahwa

tidak berdosa mereka mengumpulkan harta

selama mereka menunaikan zakatnya, beliau

memandang perlunya memberi kabar

gembira kepada mereka dengan

menganjurkan mereka kepada apa yang lebih

baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah

yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan

selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau

pandang menyenangkanmu, ia tunaikan

kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.

Engkau dapat bermusyawarah dengannya

dalam perkara yang dapat membantumu dan

ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat

meminta bantuannya dalam keperluan-

keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila

engkau meninggalkannya ia akan menjaga

hartamu dan memelihara/mengasuh anak-

anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah

pula bersabda:

ٌعَبْرَأ َنِم ِةَداَعَّسلا:

ُةَأْرَمْلَا ُةَحِلاَّصلا،

ُنَكْسَمْلاَو ُعِساَوْلا، ُراَجْلاَو

ُحِلاَّصلا، ُبَكْرَمْلاَو ُّيِنَهْلا.

ٌعَبْرَأَو َنِم ِءاَقّشلا: ُراَجْلا

ُءوّسلا، ُةَأْرَمْلَاَو ُءوُّسلا،

ُبَكرَمْلاَو ُءوُّسلا، ُنَكْسَمْلاَو

ُقِّيَّضلا .

“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan,

yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat

tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang

shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang

nyaman. Dan empat perkara yang merupakan

kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri

yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang

tidak nyaman, dan tempat tinggal yang

sempit. ” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid

hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam

Al-Jami ’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al

Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah

no. 282)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu

bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi

wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah

yang sebaiknya kita miliki?”

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

ْذِخَّتَيِل ْمُكُدَحَأ اًبْلَق

اًرِكاَش ًاناَسِلَو اًرِكاَذ

ًةَجْوَزَو ًةَنِمْؤُم ُنْيِعُت

ْمُكَدَحَأ ىَلَع ِرْمَأ ِةَرِخآلا

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki

hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa

berdzikir dan istri mukminah yang akan

menolongmu dalam perkara akhirat. ” (HR.

Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh

Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu

Majah no. 1505)

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi

wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah

Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang

ingin menikah untuk mengutamakannya dari

yang selainnya.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ُحَكْنُت ُةَأْرَمْلا ٍعَبْرََألِ:

اَهِلاَمِل اَهِبَسَحِلَو

اَهِلاَمَجِلَو اَهِنْيِدِلَو.

ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ْتَبِرَت

َكاَدَي

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu

karena hartanya, karena keturunannya, karena

kecantikannya, dan karena agamanya. Maka

pilihlah olehmu wanita yang punya agama,

engkau akan beruntung. ” (HR. Al-Bukhari no.

5090 dan Muslim no. 1466)

Empat hal tersebut merupakan faktor

penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan

ini merupakan pengabaran berdasarkan

kenyataan yang biasa terjadi di tengah

manusia, bukan suatu perintah untuk

mengumpulkan perkara-perkara tersebut,

demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi

rahimahullah. Namun dzahir hadits ini

menunjukkan boleh menikahi wanita karena

salah satu dari empat perkara tersebut, akan

tetapi memilih wanita karena agamanya lebih

utama. (Fathul Bari, 9/164)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

“( ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ),

maknanya: yang sepatutnya bagi seorang

yang beragama dan memiliki muruah (adab)

untuk menjadikan agama sebagai petunjuk

pandangannya dalam segala sesuatu terlebih

lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal

lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah

Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan

untuk mendapatkan seorang wanita yang

memiliki agama di mana hal ini merupakan

puncak keinginannya. ” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“ Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/

bersahabat dengan orang yang memiliki

agama dalam segala sesuatu karena ia akan

mengambil manfaat dari akhlak mereka

(teman yang baik tersebut), berkah mereka,

baiknya jalan mereka, dan aman dari

mendapatkan kerusakan mereka. ” (Syarah

Shahih Muslim, 10/52)





SIFAT ISTRI SOLEHAH



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ُتاَحِلاَّصلاَف ٌتاَتِناَق

ٌتاَظِفاَح ِبْيَغْلِل اَمِب َظِفَح

ُهَّللا

“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi

memelihara diri ketika suaminya tidak ada

dikarenakan Allah telah memelihara

mereka. ” (An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di

antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada

Allah dan kepada suaminya dalam perkara

yang ma ‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika

suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di

rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri

adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya

dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah

berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,”

yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,

“ Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak

ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan

ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian,

pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga

dirinya dan harta suaminya. ” (Taisir Al-Karimir

Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

menghadapi permasalahan dengan istri-

istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan

mencampuri mereka selama sebulan, Allah

Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada

Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:

ىَسَع ُهُّبَر ْنِإ َّنُكَقَّلَط ْنَأ

ُهَلِدْبُي اًجاَوْزَأ اًرْيَخ

َّنُكْنِم ٍتاَمِلْسُم ٍتاَنِمْؤُم

ٍتاَتِناَق ٍتاَبِئآت ٍتاَدِباَع

ٍتاَحِئآس ٍتاَبِّيَث اًراَكْبَأَو

“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7

mudah-mudahan Tuhannya akan memberi

ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih

baik daripada kalian, muslimat, mukminat,

qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan

janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan

beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:

a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada

Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada

perintah Allah ta ‘ala dan perintah Rasul-Nya. b.

Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan

perintah dan larangan Allah Subhanahu wa

Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat d.

Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat

dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada

perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah

Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus

meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa

nafsu mereka. e. ‘Abidat: wanita-wanita yang

banyak melakukan ibadah kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala (dengan

mentauhidkannya karena semua yang

dimaksud dengan ibadah kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur ’an

adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu

'anhuma). f. Saihat: wanita-wanita yang

berpuasa. (Al-Jami ‘ li Ahkamil Qur’an,

18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

menyatakan:

اَذِإ ِتَّلَص ُةَأْرَمْلا اَهَسْمَخ،

ْتَماَصَو اَهَرْهَش، ْتَظِفَحَو

اَهَجْرَف، ْتَعاَطَأَو اَهَجْوَز،

َلْيِق اَهَل: يِلُخْدا َةَّنَجْلا ْنِم

ِّيَأ ِباَوْبَأ ِةَّنَجْلا ِتْئِش

“Apabila seorang wanita shalat lima waktu,

puasa sebulan (Ramadhan), menjaga

kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka

dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke

dalam surga dari pintu mana saja yang

engkau sukai. ” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan

Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam

Shahihul Jami ’ no. 660, 661)

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas,

dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang

shalihah adalah sebagai berikut:

1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala

dengan mempersembahkan ibadah hanya

kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan

sesuatupun.

2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu

wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan

kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah

seperti shalat, puasa, bersedekah, dan

selainnya. Membenarkan segala perintah dan

larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan

menjauhi sifat-sifat yang rendah.

4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa

Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga

lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan

dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari

perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan

membawa dosa seperti dusta, ghibah,

namimah, dan lainnya.

5. Menaati suami dalam perkara kebaikan

bukan dalam bermaksiat kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-

hak suami sebaik-baiknya.

6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di

sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari

tangan yang hendak menyentuh, dari mata

yang hendak melihat, atau dari telinga yang

hendak mendengar. Demikian juga menjaga

anak-anak, rumah, dan harta suaminya.







Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut

ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan

setelahnya:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada

suaminya dan mencari maafnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda :

َالَأ ْمُكُرِبْخُأ ْمُكِئاَسِنِب ْنِم

ِلْهَأ ؟ِةَّنَجْلا ُدْوُدَوْلَا

ُدْوُلَوْلا ُدْوُؤَعْلا ىَلَع

اَهِجْوَز، ىِتَّلا اَذِإ َبِضَغ

ْتَءاَج ىَّتَح َعَضَت اَهَدَي يِف ِدَي

اَهِجْوَز، ُلْوُقَتَو: َال ُقوُذَأ

اًمْضَغ ىَّتَح ىَضْرَت

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-

istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu

istri yang penuh kasih sayang, banyak anak,

selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika

suaminya marah, dia mendatangi suaminya

dan meletakkan tangannya pada tangan

suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur

sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam

Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash

Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah,

no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada

suami) seperti menyiapkan makan minumnya,

tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih

yang berkenaan dengan hubungan intim

antara dia dan suaminya. Asma ’ bintu Yazid

radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah

berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita

sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa

sallam bertanya: “Barangkali ada seorang

suami yang menceritakan apa yang

diperbuatnya dengan istrinya (saat

berhubungan intim), dan barangkali ada

seorang istri yang mengabarkan apa yang

diperbuatnya bersama suaminya ?” Maka

mereka semua diam tidak ada yang

menjawab. Aku (Asma) pun menjawab:

“ Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya

mereka (para istri) benar-benar melakukannya,

demikian pula mereka (para suami). ”

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

َالَف اوُلَعْفَت، اَمَّنِإَف َكِلَذ

ُلْثِم ِناَطْيَّشلا َيِقَل

ًةَناَطْيَش يِف ٍقْيِرَط اَهَيِشَغَف

ُساَّنلاَو َنْوُرُظْنَي

“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang

demikian itu seperti syaithan jantan yang

bertemu dengan syaitan betina di jalan,

kemudian digaulinya sementara manusia

menontonnya. ” (HR. Ahmad 6/456, Asy-

Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz

Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid

(pendukung) yang menjadikan hadits ini

shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan

menarik di hadapan suaminya sehingga bila

suaminya memandang akan

menyenangkannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda:

َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم

ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا

ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ

َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ

َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع

َهْتَظِفَح

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang

sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,

yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan

menyenangkannya, bila diperintah akan

mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan

menjaga dirinya ”. (HR. Abu Dawud no. 1417.

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam

Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di

atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah

(tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan

dirinya dengan melakukan ibadah sunnah

yang dapat menghalangi suaminya untuk

istimta ‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti

puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda:

َال ُّلِحَي ِةَأْرَمْلِل ْنَأ َموُصَت

اَهُجْوَزَو ٌدِهاَش َّالِإ ِهِنْذِإِب

“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa

(sunnah) sementara suaminya ada (tidak

sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”.

(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan

suami, tidak melupakan kebaikannya, karena

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah

bersabda:

“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku

dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum

wanita yang kufur. ” Ada yang bertanya

kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada

Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri

suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri)

kebaikannya. Seandainya salah seorang dari

kalian berbuat baik kepada seorang di antara

mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia

melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan

baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah

melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-

Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga

pernah bersabda:

َال ُرُظْنَي ُهللا ىَلِإ ٍةَأَرْما َال

ُرُكْشَت اَهِجْوَزِل َيِهَو َال

يِنْغَتْسَت ُهْنَع

“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri

yang tidak bersyukur kepada suaminya

padahal dia membutuhkannya. ” (HR. An-Nasai

dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-

Shahihah no. 289)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk

memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa

alasan yang syar ‘i, dan tidak menjauhi tempat

tidur suaminya, karena ia tahu dan takut

terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam:

يِذَّلاَو يِسْفَن ِهِدَيِب اَم ْنِم

ٍلُجَر وُعْدَي ُهَتَأَرْما ىَلِإ

ِهِشاَرِف ىَبْأَتَف ِهْيَلَع َّالِإ

َناَك يِذَّلا يِف ِءاَمَّسلا اًطِخاَس

اَهْيَلَع ىَّتَح ىَضْرَي اَهْنَع

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,

tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke

tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan)

melainkan yang di langit murka terhadapnya

hingga sang suami ridha padanya. ” (HR.

Muslim no.1436)

اَذِإ ِتَتاَب ُةَأْرَمْلا ًةَرِجاَهُم

َشاَرِف اَهِجْوَز اَهْتَنَعَل

ُةَكِئَالَمْلا ىَّتَح َعِجْرَت

“Apabila seorang istri bermalam dalam

keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya,

niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia

kembali (ke suaminya). ” (HR. Al-Bukhari no.

5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari

keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah,

mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala

memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi

wanita yang shalihah, amin.

1. Atau ia belajar agama namun tidak

mengamalkannya

2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah

Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi

rahimahullah, 6/69)

3. Karena keindahan dan kecantikannya secara

dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara

batin atau karena dia senantiasa menyibukkan

dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala (Ta ‘liq Sunan Ibnu

Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun

Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul

Ma‘bud, 5/56)

4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa

(‘Aunul Ma‘bud, 5/56)

5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan

melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)

6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada

ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat

kepada Al-Khaliq.

7. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha

Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan

menceraikan istri-istrinya (ummahatul

mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa

Ta'ala mengabarkan kepada ummahatul

mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai

Nabi menceraikan mereka, Dia akan

menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih

baik daripada mereka dalam rangka menakuti-

nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran

tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta'ala

dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri

Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik

daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa

sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan

bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan

mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi

rahimahullah berkata: “Permasalahan ini

dibawa kepada pendapat yang mengatakan

bahwa penggantian istri dalam ayat ini

merupakan janji dari Allah Subhanahu wa

Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa

sallam, seandainya beliau menceraikan mereka

di dunia Allah Subhanahu wa Ta'ala akan

menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-

wanita yang lebih baik daripada mereka. ” (Al-

Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

Tidak ada komentar: