KEUTAMAAN ISTRI SOLEKHAH
Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma
meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam:
اَيْنُّدلا ٌعَاتَم ُرْيَخَو ِعاَتَم
اَيْنُّدلا ُةَأْرَمْلا ُةَحِلاَّصلا
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2
dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah. ” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Umar ibnul Khaththab
radhiallahu 'anhu:
َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم
ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا
ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ
َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ
َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع
َهْتَظِفَح
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang
sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,
yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya3, bila diperintah4 akan
mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya. ” (HR. Abu Dawud no. 1417.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam
Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di
atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
“Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menerangkan kepada para sahabatnya bahwa
tidak berdosa mereka mengumpulkan harta
selama mereka menunaikan zakatnya, beliau
memandang perlunya memberi kabar
gembira kepada mereka dengan
menganjurkan mereka kepada apa yang lebih
baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah
yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan
selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau
pandang menyenangkanmu, ia tunaikan
kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.
Engkau dapat bermusyawarah dengannya
dalam perkara yang dapat membantumu dan
ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat
meminta bantuannya dalam keperluan-
keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila
engkau meninggalkannya ia akan menjaga
hartamu dan memelihara/mengasuh anak-
anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
pula bersabda:
ٌعَبْرَأ َنِم ِةَداَعَّسلا:
ُةَأْرَمْلَا ُةَحِلاَّصلا،
ُنَكْسَمْلاَو ُعِساَوْلا، ُراَجْلاَو
ُحِلاَّصلا، ُبَكْرَمْلاَو ُّيِنَهْلا.
ٌعَبْرَأَو َنِم ِءاَقّشلا: ُراَجْلا
ُءوّسلا، ُةَأْرَمْلَاَو ُءوُّسلا،
ُبَكرَمْلاَو ُءوُّسلا، ُنَكْسَمْلاَو
ُقِّيَّضلا .
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan,
yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat
tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang
shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang
nyaman. Dan empat perkara yang merupakan
kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri
yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang
tidak nyaman, dan tempat tinggal yang
sempit. ” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid
hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami ’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah
no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah
yang sebaiknya kita miliki?”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
ْذِخَّتَيِل ْمُكُدَحَأ اًبْلَق
اًرِكاَش ًاناَسِلَو اًرِكاَذ
ًةَجْوَزَو ًةَنِمْؤُم ُنْيِعُت
ْمُكَدَحَأ ىَلَع ِرْمَأ ِةَرِخآلا
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki
hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa
berdzikir dan istri mukminah yang akan
menolongmu dalam perkara akhirat. ” (HR.
Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh
Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu
Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi
wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang
ingin menikah untuk mengutamakannya dari
yang selainnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ُحَكْنُت ُةَأْرَمْلا ٍعَبْرََألِ:
اَهِلاَمِل اَهِبَسَحِلَو
اَهِلاَمَجِلَو اَهِنْيِدِلَو.
ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ْتَبِرَت
َكاَدَي
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu
karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
pilihlah olehmu wanita yang punya agama,
engkau akan beruntung. ” (HR. Al-Bukhari no.
5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor
penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan
ini merupakan pengabaran berdasarkan
kenyataan yang biasa terjadi di tengah
manusia, bukan suatu perintah untuk
mengumpulkan perkara-perkara tersebut,
demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi
rahimahullah. Namun dzahir hadits ini
menunjukkan boleh menikahi wanita karena
salah satu dari empat perkara tersebut, akan
tetapi memilih wanita karena agamanya lebih
utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“( ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ),
maknanya: yang sepatutnya bagi seorang
yang beragama dan memiliki muruah (adab)
untuk menjadikan agama sebagai petunjuk
pandangannya dalam segala sesuatu terlebih
lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal
lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang wanita yang
memiliki agama di mana hal ini merupakan
puncak keinginannya. ” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
“ Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/
bersahabat dengan orang yang memiliki
agama dalam segala sesuatu karena ia akan
mengambil manfaat dari akhlak mereka
(teman yang baik tersebut), berkah mereka,
baiknya jalan mereka, dan aman dari
mendapatkan kerusakan mereka. ” (Syarah
Shahih Muslim, 10/52)
SIFAT ISTRI SOLEHAH
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ُتاَحِلاَّصلاَف ٌتاَتِناَق
ٌتاَظِفاَح ِبْيَغْلِل اَمِب َظِفَح
ُهَّللا
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada
dikarenakan Allah telah memelihara
mereka. ” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di
antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada
Allah dan kepada suaminya dalam perkara
yang ma ‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika
suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di
rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri
adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya
dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah
berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,”
yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
“ Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan
ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian,
pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga
dirinya dan harta suaminya. ” (Taisir Al-Karimir
Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menghadapi permasalahan dengan istri-
istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan
mencampuri mereka selama sebulan, Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada
Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
ىَسَع ُهُّبَر ْنِإ َّنُكَقَّلَط ْنَأ
ُهَلِدْبُي اًجاَوْزَأ اًرْيَخ
َّنُكْنِم ٍتاَمِلْسُم ٍتاَنِمْؤُم
ٍتاَتِناَق ٍتاَبِئآت ٍتاَدِباَع
ٍتاَحِئآس ٍتاَبِّيَث اًراَكْبَأَو
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7
mudah-mudahan Tuhannya akan memberi
ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih
baik daripada kalian, muslimat, mukminat,
qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan
janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan
beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada
perintah Allah ta ‘ala dan perintah Rasul-Nya. b.
Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan
perintah dan larangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat d.
Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat
dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada
perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus
meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa
nafsu mereka. e. ‘Abidat: wanita-wanita yang
banyak melakukan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala (dengan
mentauhidkannya karena semua yang
dimaksud dengan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur ’an
adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma). f. Saihat: wanita-wanita yang
berpuasa. (Al-Jami ‘ li Ahkamil Qur’an,
18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyatakan:
اَذِإ ِتَّلَص ُةَأْرَمْلا اَهَسْمَخ،
ْتَماَصَو اَهَرْهَش، ْتَظِفَحَو
اَهَجْرَف، ْتَعاَطَأَو اَهَجْوَز،
َلْيِق اَهَل: يِلُخْدا َةَّنَجْلا ْنِم
ِّيَأ ِباَوْبَأ ِةَّنَجْلا ِتْئِش
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu,
puasa sebulan (Ramadhan), menjaga
kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka
dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke
dalam surga dari pintu mana saja yang
engkau sukai. ” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan
Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam
Shahihul Jami ’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas,
dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang
shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan mempersembahkan ibadah hanya
kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu
wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan
kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah
seperti shalat, puasa, bersedekah, dan
selainnya. Membenarkan segala perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan
menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga
lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan
dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari
perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan
membawa dosa seperti dusta, ghibah,
namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan
bukan dalam bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-
hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di
sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari
tangan yang hendak menyentuh, dari mata
yang hendak melihat, atau dari telinga yang
hendak mendengar. Demikian juga menjaga
anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut
ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan
setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada
suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
َالَأ ْمُكُرِبْخُأ ْمُكِئاَسِنِب ْنِم
ِلْهَأ ؟ِةَّنَجْلا ُدْوُدَوْلَا
ُدْوُلَوْلا ُدْوُؤَعْلا ىَلَع
اَهِجْوَز، ىِتَّلا اَذِإ َبِضَغ
ْتَءاَج ىَّتَح َعَضَت اَهَدَي يِف ِدَي
اَهِجْوَز، ُلْوُقَتَو: َال ُقوُذَأ
اًمْضَغ ىَّتَح ىَضْرَت
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-
istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu
istri yang penuh kasih sayang, banyak anak,
selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika
suaminya marah, dia mendatangi suaminya
dan meletakkan tangannya pada tangan
suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur
sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam
Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash
Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah,
no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada
suami) seperti menyiapkan makan minumnya,
tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih
yang berkenaan dengan hubungan intim
antara dia dan suaminya. Asma ’ bintu Yazid
radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah
berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita
sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya: “Barangkali ada seorang
suami yang menceritakan apa yang
diperbuatnya dengan istrinya (saat
berhubungan intim), dan barangkali ada
seorang istri yang mengabarkan apa yang
diperbuatnya bersama suaminya ?” Maka
mereka semua diam tidak ada yang
menjawab. Aku (Asma) pun menjawab:
“ Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya
mereka (para istri) benar-benar melakukannya,
demikian pula mereka (para suami). ”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َالَف اوُلَعْفَت، اَمَّنِإَف َكِلَذ
ُلْثِم ِناَطْيَّشلا َيِقَل
ًةَناَطْيَش يِف ٍقْيِرَط اَهَيِشَغَف
ُساَّنلاَو َنْوُرُظْنَي
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang
demikian itu seperti syaithan jantan yang
bertemu dengan syaitan betina di jalan,
kemudian digaulinya sementara manusia
menontonnya. ” (HR. Ahmad 6/456, Asy-
Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz
Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid
(pendukung) yang menjadikan hadits ini
shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan
menarik di hadapan suaminya sehingga bila
suaminya memandang akan
menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم
ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا
ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ
َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ
َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع
َهْتَظِفَح
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang
sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,
yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah akan
mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya ”. (HR. Abu Dawud no. 1417.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam
Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di
atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah
(tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan
dirinya dengan melakukan ibadah sunnah
yang dapat menghalangi suaminya untuk
istimta ‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti
puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
َال ُّلِحَي ِةَأْرَمْلِل ْنَأ َموُصَت
اَهُجْوَزَو ٌدِهاَش َّالِإ ِهِنْذِإِب
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa
(sunnah) sementara suaminya ada (tidak
sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”.
(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan
suami, tidak melupakan kebaikannya, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku
dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum
wanita yang kufur. ” Ada yang bertanya
kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada
Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri
suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri)
kebaikannya. Seandainya salah seorang dari
kalian berbuat baik kepada seorang di antara
mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia
melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan
baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah
melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-
Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
pernah bersabda:
َال ُرُظْنَي ُهللا ىَلِإ ٍةَأَرْما َال
ُرُكْشَت اَهِجْوَزِل َيِهَو َال
يِنْغَتْسَت ُهْنَع
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri
yang tidak bersyukur kepada suaminya
padahal dia membutuhkannya. ” (HR. An-Nasai
dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk
memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa
alasan yang syar ‘i, dan tidak menjauhi tempat
tidur suaminya, karena ia tahu dan takut
terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam:
يِذَّلاَو يِسْفَن ِهِدَيِب اَم ْنِم
ٍلُجَر وُعْدَي ُهَتَأَرْما ىَلِإ
ِهِشاَرِف ىَبْأَتَف ِهْيَلَع َّالِإ
َناَك يِذَّلا يِف ِءاَمَّسلا اًطِخاَس
اَهْيَلَع ىَّتَح ىَضْرَي اَهْنَع
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke
tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan)
melainkan yang di langit murka terhadapnya
hingga sang suami ridha padanya. ” (HR.
Muslim no.1436)
اَذِإ ِتَتاَب ُةَأْرَمْلا ًةَرِجاَهُم
َشاَرِف اَهِجْوَز اَهْتَنَعَل
ُةَكِئَالَمْلا ىَّتَح َعِجْرَت
“Apabila seorang istri bermalam dalam
keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya,
niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia
kembali (ke suaminya). ” (HR. Al-Bukhari no.
5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari
keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi
wanita yang shalihah, amin.
1. Atau ia belajar agama namun tidak
mengamalkannya
2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah
Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi
rahimahullah, 6/69)
3. Karena keindahan dan kecantikannya secara
dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara
batin atau karena dia senantiasa menyibukkan
dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala (Ta ‘liq Sunan Ibnu
Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun
Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul
Ma‘bud, 5/56)
4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa
(‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan
melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat
kepada Al-Khaliq.
7. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha
Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan
menceraikan istri-istrinya (ummahatul
mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengabarkan kepada ummahatul
mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai
Nabi menceraikan mereka, Dia akan
menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih
baik daripada mereka dalam rangka menakuti-
nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran
tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri
Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik
daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan
bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan
mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi
rahimahullah berkata: “Permasalahan ini
dibawa kepada pendapat yang mengatakan
bahwa penggantian istri dalam ayat ini
merupakan janji dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa
sallam, seandainya beliau menceraikan mereka
di dunia Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-
wanita yang lebih baik daripada mereka. ” (Al-
Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma
meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam:
اَيْنُّدلا ٌعَاتَم ُرْيَخَو ِعاَتَم
اَيْنُّدلا ُةَأْرَمْلا ُةَحِلاَّصلا
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2
dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah. ” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Umar ibnul Khaththab
radhiallahu 'anhu:
َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم
ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا
ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ
َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ
َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع
َهْتَظِفَح
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang
sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,
yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya3, bila diperintah4 akan
mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya. ” (HR. Abu Dawud no. 1417.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam
Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di
atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
“Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menerangkan kepada para sahabatnya bahwa
tidak berdosa mereka mengumpulkan harta
selama mereka menunaikan zakatnya, beliau
memandang perlunya memberi kabar
gembira kepada mereka dengan
menganjurkan mereka kepada apa yang lebih
baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah
yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan
selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau
pandang menyenangkanmu, ia tunaikan
kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.
Engkau dapat bermusyawarah dengannya
dalam perkara yang dapat membantumu dan
ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat
meminta bantuannya dalam keperluan-
keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila
engkau meninggalkannya ia akan menjaga
hartamu dan memelihara/mengasuh anak-
anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
pula bersabda:
ٌعَبْرَأ َنِم ِةَداَعَّسلا:
ُةَأْرَمْلَا ُةَحِلاَّصلا،
ُنَكْسَمْلاَو ُعِساَوْلا، ُراَجْلاَو
ُحِلاَّصلا، ُبَكْرَمْلاَو ُّيِنَهْلا.
ٌعَبْرَأَو َنِم ِءاَقّشلا: ُراَجْلا
ُءوّسلا، ُةَأْرَمْلَاَو ُءوُّسلا،
ُبَكرَمْلاَو ُءوُّسلا، ُنَكْسَمْلاَو
ُقِّيَّضلا .
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan,
yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat
tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang
shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang
nyaman. Dan empat perkara yang merupakan
kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri
yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang
tidak nyaman, dan tempat tinggal yang
sempit. ” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid
hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami ’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah
no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah
yang sebaiknya kita miliki?”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
ْذِخَّتَيِل ْمُكُدَحَأ اًبْلَق
اًرِكاَش ًاناَسِلَو اًرِكاَذ
ًةَجْوَزَو ًةَنِمْؤُم ُنْيِعُت
ْمُكَدَحَأ ىَلَع ِرْمَأ ِةَرِخآلا
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki
hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa
berdzikir dan istri mukminah yang akan
menolongmu dalam perkara akhirat. ” (HR.
Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh
Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu
Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi
wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang
ingin menikah untuk mengutamakannya dari
yang selainnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ُحَكْنُت ُةَأْرَمْلا ٍعَبْرََألِ:
اَهِلاَمِل اَهِبَسَحِلَو
اَهِلاَمَجِلَو اَهِنْيِدِلَو.
ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ْتَبِرَت
َكاَدَي
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu
karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
pilihlah olehmu wanita yang punya agama,
engkau akan beruntung. ” (HR. Al-Bukhari no.
5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor
penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan
ini merupakan pengabaran berdasarkan
kenyataan yang biasa terjadi di tengah
manusia, bukan suatu perintah untuk
mengumpulkan perkara-perkara tersebut,
demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi
rahimahullah. Namun dzahir hadits ini
menunjukkan boleh menikahi wanita karena
salah satu dari empat perkara tersebut, akan
tetapi memilih wanita karena agamanya lebih
utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“( ْرَفْظاَف ِتاَذِب ِنْيِّدلا ),
maknanya: yang sepatutnya bagi seorang
yang beragama dan memiliki muruah (adab)
untuk menjadikan agama sebagai petunjuk
pandangannya dalam segala sesuatu terlebih
lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal
lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang wanita yang
memiliki agama di mana hal ini merupakan
puncak keinginannya. ” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
“ Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/
bersahabat dengan orang yang memiliki
agama dalam segala sesuatu karena ia akan
mengambil manfaat dari akhlak mereka
(teman yang baik tersebut), berkah mereka,
baiknya jalan mereka, dan aman dari
mendapatkan kerusakan mereka. ” (Syarah
Shahih Muslim, 10/52)
SIFAT ISTRI SOLEHAH
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ُتاَحِلاَّصلاَف ٌتاَتِناَق
ٌتاَظِفاَح ِبْيَغْلِل اَمِب َظِفَح
ُهَّللا
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada
dikarenakan Allah telah memelihara
mereka. ” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di
antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada
Allah dan kepada suaminya dalam perkara
yang ma ‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika
suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di
rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri
adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya
dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah
berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,”
yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
“ Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan
ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian,
pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga
dirinya dan harta suaminya. ” (Taisir Al-Karimir
Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menghadapi permasalahan dengan istri-
istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan
mencampuri mereka selama sebulan, Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada
Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
ىَسَع ُهُّبَر ْنِإ َّنُكَقَّلَط ْنَأ
ُهَلِدْبُي اًجاَوْزَأ اًرْيَخ
َّنُكْنِم ٍتاَمِلْسُم ٍتاَنِمْؤُم
ٍتاَتِناَق ٍتاَبِئآت ٍتاَدِباَع
ٍتاَحِئآس ٍتاَبِّيَث اًراَكْبَأَو
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7
mudah-mudahan Tuhannya akan memberi
ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih
baik daripada kalian, muslimat, mukminat,
qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan
janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan
beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada
perintah Allah ta ‘ala dan perintah Rasul-Nya. b.
Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan
perintah dan larangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat d.
Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat
dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada
perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus
meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa
nafsu mereka. e. ‘Abidat: wanita-wanita yang
banyak melakukan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala (dengan
mentauhidkannya karena semua yang
dimaksud dengan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur ’an
adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma). f. Saihat: wanita-wanita yang
berpuasa. (Al-Jami ‘ li Ahkamil Qur’an,
18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyatakan:
اَذِإ ِتَّلَص ُةَأْرَمْلا اَهَسْمَخ،
ْتَماَصَو اَهَرْهَش، ْتَظِفَحَو
اَهَجْرَف، ْتَعاَطَأَو اَهَجْوَز،
َلْيِق اَهَل: يِلُخْدا َةَّنَجْلا ْنِم
ِّيَأ ِباَوْبَأ ِةَّنَجْلا ِتْئِش
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu,
puasa sebulan (Ramadhan), menjaga
kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka
dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke
dalam surga dari pintu mana saja yang
engkau sukai. ” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan
Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam
Shahihul Jami ’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas,
dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang
shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan mempersembahkan ibadah hanya
kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu
wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan
kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah
seperti shalat, puasa, bersedekah, dan
selainnya. Membenarkan segala perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan
menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga
lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan
dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari
perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan
membawa dosa seperti dusta, ghibah,
namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan
bukan dalam bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-
hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di
sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari
tangan yang hendak menyentuh, dari mata
yang hendak melihat, atau dari telinga yang
hendak mendengar. Demikian juga menjaga
anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut
ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan
setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada
suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
َالَأ ْمُكُرِبْخُأ ْمُكِئاَسِنِب ْنِم
ِلْهَأ ؟ِةَّنَجْلا ُدْوُدَوْلَا
ُدْوُلَوْلا ُدْوُؤَعْلا ىَلَع
اَهِجْوَز، ىِتَّلا اَذِإ َبِضَغ
ْتَءاَج ىَّتَح َعَضَت اَهَدَي يِف ِدَي
اَهِجْوَز، ُلْوُقَتَو: َال ُقوُذَأ
اًمْضَغ ىَّتَح ىَضْرَت
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-
istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu
istri yang penuh kasih sayang, banyak anak,
selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika
suaminya marah, dia mendatangi suaminya
dan meletakkan tangannya pada tangan
suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur
sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam
Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash
Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah,
no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada
suami) seperti menyiapkan makan minumnya,
tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih
yang berkenaan dengan hubungan intim
antara dia dan suaminya. Asma ’ bintu Yazid
radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah
berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita
sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya: “Barangkali ada seorang
suami yang menceritakan apa yang
diperbuatnya dengan istrinya (saat
berhubungan intim), dan barangkali ada
seorang istri yang mengabarkan apa yang
diperbuatnya bersama suaminya ?” Maka
mereka semua diam tidak ada yang
menjawab. Aku (Asma) pun menjawab:
“ Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya
mereka (para istri) benar-benar melakukannya,
demikian pula mereka (para suami). ”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َالَف اوُلَعْفَت، اَمَّنِإَف َكِلَذ
ُلْثِم ِناَطْيَّشلا َيِقَل
ًةَناَطْيَش يِف ٍقْيِرَط اَهَيِشَغَف
ُساَّنلاَو َنْوُرُظْنَي
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang
demikian itu seperti syaithan jantan yang
bertemu dengan syaitan betina di jalan,
kemudian digaulinya sementara manusia
menontonnya. ” (HR. Ahmad 6/456, Asy-
Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz
Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid
(pendukung) yang menjadikan hadits ini
shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan
menarik di hadapan suaminya sehingga bila
suaminya memandang akan
menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
َالَأ َكَرِبْخُأ ِرْيَخِب اَم
ُزِنْكَي ُءْرَمْلا، ُةَأْرَمْلَا
ُةَحِلاَّصلا، اَذِإ َرَظَن اَهْيَلِإ
َهْتَّرَس اَذِإَو اَهَرَمَأ
َهْتَعاَطَأ اَذِإَو َباَغ اَهْنَع
َهْتَظِفَح
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang
sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki,
yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah akan
mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya ”. (HR. Abu Dawud no. 1417.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam
Al-Jami ’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di
atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah
(tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan
dirinya dengan melakukan ibadah sunnah
yang dapat menghalangi suaminya untuk
istimta ‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti
puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
َال ُّلِحَي ِةَأْرَمْلِل ْنَأ َموُصَت
اَهُجْوَزَو ٌدِهاَش َّالِإ ِهِنْذِإِب
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa
(sunnah) sementara suaminya ada (tidak
sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”.
(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan
suami, tidak melupakan kebaikannya, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku
dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum
wanita yang kufur. ” Ada yang bertanya
kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada
Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri
suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri)
kebaikannya. Seandainya salah seorang dari
kalian berbuat baik kepada seorang di antara
mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia
melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan
baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah
melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-
Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
pernah bersabda:
َال ُرُظْنَي ُهللا ىَلِإ ٍةَأَرْما َال
ُرُكْشَت اَهِجْوَزِل َيِهَو َال
يِنْغَتْسَت ُهْنَع
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri
yang tidak bersyukur kepada suaminya
padahal dia membutuhkannya. ” (HR. An-Nasai
dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk
memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa
alasan yang syar ‘i, dan tidak menjauhi tempat
tidur suaminya, karena ia tahu dan takut
terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam:
يِذَّلاَو يِسْفَن ِهِدَيِب اَم ْنِم
ٍلُجَر وُعْدَي ُهَتَأَرْما ىَلِإ
ِهِشاَرِف ىَبْأَتَف ِهْيَلَع َّالِإ
َناَك يِذَّلا يِف ِءاَمَّسلا اًطِخاَس
اَهْيَلَع ىَّتَح ىَضْرَي اَهْنَع
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke
tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan)
melainkan yang di langit murka terhadapnya
hingga sang suami ridha padanya. ” (HR.
Muslim no.1436)
اَذِإ ِتَتاَب ُةَأْرَمْلا ًةَرِجاَهُم
َشاَرِف اَهِجْوَز اَهْتَنَعَل
ُةَكِئَالَمْلا ىَّتَح َعِجْرَت
“Apabila seorang istri bermalam dalam
keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya,
niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia
kembali (ke suaminya). ” (HR. Al-Bukhari no.
5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari
keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi
wanita yang shalihah, amin.
1. Atau ia belajar agama namun tidak
mengamalkannya
2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah
Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi
rahimahullah, 6/69)
3. Karena keindahan dan kecantikannya secara
dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara
batin atau karena dia senantiasa menyibukkan
dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala (Ta ‘liq Sunan Ibnu
Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun
Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul
Ma‘bud, 5/56)
4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa
(‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan
melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat
kepada Al-Khaliq.
7. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha
Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan
menceraikan istri-istrinya (ummahatul
mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengabarkan kepada ummahatul
mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai
Nabi menceraikan mereka, Dia akan
menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih
baik daripada mereka dalam rangka menakuti-
nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran
tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri
Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik
daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan
bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan
mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi
rahimahullah berkata: “Permasalahan ini
dibawa kepada pendapat yang mengatakan
bahwa penggantian istri dalam ayat ini
merupakan janji dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa
sallam, seandainya beliau menceraikan mereka
di dunia Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-
wanita yang lebih baik daripada mereka. ” (Al-
Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar